STUDI SISTEM DRAINASE PERUMAHAN ARUMSARI KECAMATAN TALUN SEBAGAI UPAYA MENGURANGI KONTRIBUSI LIMPASAN PERMUKAAN
STUDI
SISTEM DRAINASE PERUMAHAN ARUMSARI KECAMATAN TALUN
SEBAGAI
UPAYA MENGURANGI KONTRIBUSI LIMPASAN PERMUKAAN
Diajukan
untuk memenuhi persyaratan mengikuti UAS VI
Disusun
Oleh : LULU LUBISA
Sekoliah Tinggi Teknologi Cirebon (STTC)
ABSTRAK
Permasalahan banjir. Cirebon sampai
saat ini belum dapat tertangani secara menyeluruh walaupun Pemerintah Cirebon telah
berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya. Berkaitan dengan permasalahan
tersebut, Pemerintah menetapkan bahwa setiap adanya pembangunan harus diikuti
dengan penyelesaian banjir disekitar
wilayah tersebut (PERDA Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota /Kab Cirebon). Perumahan Arumsari merupakan salah satu pengembang di
wilayah Kecamatan Talun yang membangun
perumahan dengan mengubah tata guna lahan. Karena keterbatasan lahan
pada kawasan perumahan maka dibangun long
storage agar limpasan tertampung sementara tidak mengalir langsung ke saluran
drainase eksisting. Tujuan dari studi ini untuk mengetahui efektifitas
kapasitas saluran drainase serta kapasitas tampungan long storage dengan kala ulang debit banjir 10 tahun untuk
mengurangi kontribusi limpasan yang masuk ke saluran eksisting. Pada studi ini
dibutuhkan data topografi, curah hujan, survey, denah perumahan, rencana letak
saluran drainase dan skema jaringan drainase eksisting. Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode rasional.
Setelah itu diperoleh debit banjir rancangan dari luas lahan tiap saluran
ditambah perhitungan debit air kotor perumahan. Dari debit banjir rancangan,
direncanakan dimensi saluran yang sesuai. Selanjutnya dengan manual prosedur
dinas PU tentang Studi Kasus Drainase direncanakan kapasitas rencana long
storage yang dapat mengurangi kontribusi
debit drainase ke saluran eksisting dengan pengontrol pintu air klep otomatis.
Berdasarkan analisis kapasitas saluran menggunakan debit rancangan 10 tahun
terdapat 2 tipe saluran di kawasan perumahan dengan penampang persegi yaitu
saluran tersier , dimensi lebar = 0,5 m, tinggi dan jagaan = 0,5 m serta
saluran sekunder dengan dimensi lebar = 1,5 m, tinggi dan jagaan = 1 m. Kedua
tipe saluran terbuat dari bahan beton
pra cetak sehingga mudah dalam pemasangan di lokasi studi. Dengan ketersediaan
lahan serta kriteria kemudahan dalam pemeliharaan dan operasi dihasilkan kapasitas
long storage dengan volume 7.225 m 3 mampu
mereduksi debit kala ulang 10 tahun sebesar 6.501 m 3 dengan durasi debit
puncak 25 menit dan waktu pengosongan selama 73 menit. Long storage pada lokasi studi mempunyai safety factor
sebesar 10%. Kata Kunci: Banjir, Drainase Perkotaan, Keterbatasan lahan.
PENDAHULUAN
Kota Cirebon merupakan salah satu wilayah yang kerap kali
mengalami genangan pada musimhujan.
Penyebab terjadinya genangan adalah :
Penyebab terjadinya genangan adalah :
1. Kapasitas saluran belum cukup untuk mengalirkan
beban drainase maksimum.
2. Penurunan kapasitas saluran akibat
pendangkalan saluran.
Beban banjir puncak meningkat akibat
penurunan kualitas dan kuantitas daerah aliran sungai. Daerah yang dekat pantai
sering terjadi genangan akibat pengaruh back water air laut pada saat kondisi
air laut pasang.
Perkembangan guna lahan yang tidak
sesuai rencana mengakibatkan berkurangnya resapan tanah dan jaringan drainase
yang telah ada tidak berfungsi dengan baik. Kota Cirebon yang terletak di tepi
pantai mengalami pengaruh pasang surut , dimana pada waktu air laut pasang,
maka akan menghambat proses penyerapan / pembuangan air ke laut ( back water )
Hal ini makin memperparah kondisi genangan jika banjir sungai terjadi pada
kondisi maksimum dan air laut terjadi pasang maksimum.
KONDISI EXISTING
Sistem drainase primer yang
melintasi Kota Cirebon terdiri dari beberapa sistem drainase, diantaranya yaitu
: sistem drainase Pane/Tangkil, Sukalila, Kesunean, dan Kalijaga.
Keempat sistem drainase primer tersebut menampung air yang mengalir dari sistem sekunder (anak-anak sungai dan drainase lintas kawasan/eks CUDP) dan saluran-saluran tersier.
Keempat sistem drainase primer tersebut menampung air yang mengalir dari sistem sekunder (anak-anak sungai dan drainase lintas kawasan/eks CUDP) dan saluran-saluran tersier.
Khusus untuk Sungai Sukalila
merupakan drainase buatan yang tidak memiliki hulu seperti ketiga sungai yang
lain (hanya menerima aliran dari beberapa sistem sekunder dan tersier), tetapi
menampung 50 % dari beban pembuangan kota.
Gambar. 1 Kondisi Jl. Cipto pada saat hujan
Dengan 4 (empat) sistem drainase
yang ada, Kota Cirebon pada musim penghujan masih terdapat daerah genangan di
beberapa tempat. Luas daerah genangan yang ada di Kota Cirebon ± 16 Ha.Umur
drainase di Kota Cirebon hampir sama dengan umur Kota yang mencapai 622 tahun
sehingga perlu direhabilitasi Lahan terbangun di Kota Cirebon sudah mencapai 70
% sehingga angka resapan air/infiltrasi semakin menurun dan limpasan/run off
semakinmeningkat.
Panjang riool di Kota Cirebon adalah
60 km dan pada saat ini hanya 10% yang bisa ditangani oleh Pemerintah Kota.
8 TITIK GENANGAN BANJIR DI KOTA CIREBON
1. Kawasan Jl. Pemuda (depan KODIM) dan
Jl Terusan Pemuda (Kali Cimanggu)
2. Kawasan Kampung Sukasari / blk hotel
Kharisma (Kali Cigujeg, Kali Sukalila)
3. Kawasan Jl.Ciptomangunkusumo (Kali
Cimanggu, Kali Sukalila) karena tingkat endapan tinggi dan juga adanya 3 bottle
neck (penyempitan) yaitu di depan SMA 2, depan kantor Bappeda, Samping
Rumah Dinas Sekda.
4. Kawasan Gunung Sari – Jl Ampera (karena
dimensi saluran terbatas)
5. Kawasan Perumnas Burung (karena
dimensi saluran terbatas)
6. Kawasan Perumnas Gunung (karena
dimensi saluran terbatas)
7. Kawasan Kali Tanjung (karena dimensi
saluran terbatas dan pengendapan/ sampah pada saluran).
8. Kawasan Majasem (akibat banjir
kiriman dari Kabupaten)
Gambar 2 . situasi banjir di Jl. Terusan Pemuda Cirebon
Gambar 3 . banjir di Jl. Pemuda Kota
Cirebon
KONSEP
PENANGANAN SISTEM DRAINASE
A.Konsep
pemecahan masalah drainase jangka pendek
1. Memperbaiki fungsi pelayanan
drainase pusat kota yang ada dengan pembangunan saluran
baru, rehabilitasi saluran, pemeliharaan saluran.
2. Menghindari penggunaan saluran
drainase yang ditengarai dapat merusak fungsi saluran, seperti penggunaan
saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah dan pendirian bangunan
di atasnya.
3. Melakukan normalisasi atau
meningkatkan kapasitas saluran yang ada di sistem drainase lokal.
4. Untuk daerah genangan yang tidak
memungkinkan untuk didrain, direncanakan sebagai kolam penampungan dengan pola
defensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam
penampungan.
5. Untuk daerah yang mempunyai topografi lebih
tinggi dibuat kolam dengan pola retensi (meresapkan), seperti pembuatan
sumur resapan.
6. Melakukan normalisasi atau
meningkatkan kapasitas saluran yang ada di sistem drainase utama dan
pengendalian banjir.
7. Untuk daerah pantai yang sering
terjadi back water akibat air pasang dari laut, dibuat system drainase dengan
sistem polder yang berfungsi untuk menampung air sementara ketika muka air
laut lebih tinggi dari muka air yang ada di saluran drainase (muka air
laut pasang), dan selanjutnya memompa air yang ada pada polder untuk
dibuang ke saluran yang ada di hilirnya untuk menuju ke laut. Pada
bangunan polder ini dilengkapi pintu air, sehingga ketika muka air
laut lebih rendah dari muka air di saluran drainase maka pintu air dibuka
dengan tujuan untuk mengalirkan air drainase secara
grafitasi ke laut.
B.Konsep
pemecahan masalah drainase jangka menengah
1. Penyusunan atau merevisi master plan
drainase kota
2. Penyusunan PERDA Drainase kota
C.Konsep
pemecahan masalah drainase jangka panjang
1. Pengaturan dan penataan sungai
sebagai sistem drainase utama
2. Pelestarian daerah aliran sungai,
sehingga mempunyai kualitas lingkungan yang lebih bagus
3. Perlunya perencanaan dan pembangunan
waduk, salah satunya yaitu waduk benda yang berfungsi sebagai pengendali banjir
pada musim hujan dan untuk menjaga ketersediaan sumber air pada musim kemarau
KONSEP
PENANGANAN DAN PENGENDALIAN BANJIR
A.Rencana
Penanganan banjir
1. Penanganan Struktural : lebih
bersifat jangka pendek dan menengah, penanganan banjir secara struktural
memerlukan penanganan secara komprehensif, tidak hanya menggunakan metode
konvensional melainkan juga dengan metode penyelesaian banjir lainnya,
seperti ekohidrolik.
2. Jenis bangunan yang mungkin
diterapkan :
a.Kolam penampungan
b.Tanggul penahan banjir
c.Saluran by pass / sudetan
d.Sistem pengerukan / normalisasi sungai
e.Sistem pompanisasi
f.Pembuatan saluran baru
a.Kolam penampungan
b.Tanggul penahan banjir
c.Saluran by pass / sudetan
d.Sistem pengerukan / normalisasi sungai
e.Sistem pompanisasi
f.Pembuatan saluran baru
3. Penanganan Non Struktural : lebih
bersifat jangka panjang, oleh sebab itu pola penanganan ini diperlukan
konsistensi dalam menjalankan program dan tersusun secara sistematis yang
bersifat strategis, adanya partisipasi masyarakat merupakan persyaratan pokok
bagi berhasilnya upaya ini.
B.Rencana pengendalian banjir
Rencana penerapan
drainase ramah lingkungan di Kota Cirebon yang diiringi oleh program pengembangan
masyarakat dilakukan pada berbagai bidang, sebagai berikut:
1. Pembuatan Sistem pembuangan air
hujan di rumah
2. Pembuatan Sistem pembuangan air
limbah di rumah
3. Tidak menganggap lagi Saluran
drainase sebagai long storage
4. Penyediaan taman dan kolam di
kompleks perumahan
5. Peningkatan luas badan air
6. Penataan kawasan sekitar waduk/danau
7. Pemeliharaan kebersihan
Gambar 3. Ilustrasi Drainase Perumahan yang baik
Yang musti dipahami
benar adalah bencana banjir bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba.
Banyak faktor yang menyebabkan suatu wilayah – yang sebelumnya tidak pernah
tergenang, banjir. Peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan, sistem
drainase yang buruk, atau berkurangnya lahan resapan air.
Sebelum itu, ada
baiknya kita berkaca pada kasus banjir di Jakarta. Jakarta sendiri mempunyai
sejarah banjir yang panjang. Penelitian baru-baru ini yang dilakukan JICA (Japan
International Cooperation Agency) dan JCDS (Jakarta Coastal Defence
Strategy) menyebutkan bahwa terdapat empat faktor utama yang menyebabkan
Jakarta banjir : (a) Limpasan dari wilayah hulu akibat lahan resapan yang
semakin berkurang, (b) Curah hujan yang tinggi, (c) Turunnya permukaan tanah
akibat pengambilan air tanah yang tak terkontrol, dan (d) Naiknya level
permukaan air laut. Di samping itu, tidak berfungsinya sistem drainase dengan
baik akibat sedimentasi dan pendirian pemukiman liar memperparah kondisi di
Jakarta.
Agaknya situasi
yang sama juga dihadapi Cirebon akhir-akhir ini. Wilayah ‘hijau’ Kuningan
berganti menjadi restoran, penginapan dan perumahan menyebabkan air limpasan
semakin meningkat. Sementara pembangunan gedung dan mall-mall di Kota Cirebon
juga membuat air kehilangan tempat tinggal untuk terserap ke dalam tanah.
Peningkatan intensitas hujan seperti yang terjadi pekan lalu yang hanya
berlangsung selama empat jam mampu membuat Cirebon lumpuh. Sistem drainase yang
tidak berfungsi dengan baik sering kita lihat di perempatan Grage dan
sekitarnya memperparah keadaan.
Gambar 4. Ilustrasi Drainase buruk
Isu penting lainnya
adalah mengenai ketergantungan pasokan air bersih Kota Cirebon pada sumber mata
air Cipaniis di Kuningan yang membuat masyarakat yang tidak ‘terjamah’,
terpaksa mengambil air tanah walaupun ada rasa asin dan keruh. Pengambilan air
tanah secara terus-menerus dan tak terkontrol ini akan terasa dampaknya satu
dekade dari sekarang.
Namun, apa yang
sebenarnya terjadi di Cirebon? Professor Musiake dari Universitas Tokyo
menyebut Urbanisasi dan Pemanasan Global sebagai akar masalah berbagai macam
bencana, khususnya bencana banjir. Ada relevansi antara keduanya dengan
meningkatnya frekuensi bencana banjir. Dalam kasus di Cirebon, intensitas dan
frekuensi bencana banjir meningkat dan telah mempengaruhi area yang lebih besar
serta mengakibatkan kerugian yang lebih banyak.
Kota Cirebon dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Hal ini tak terlepas dari
fungsi Kota Cirebon sebgaai Kota Transit, Barang, dan Jasa. Kota Cirebon
menjadi pusat aktifitas perdagangan, keberadaan pusat dna simpul transportasi
laut, darat, dan udara. Sehingga Kota Cirebon mengalami pertumbuhan di berbagai
sektor. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pembangunan gedung, mall, serta
perumahan baik di wilayah Kota Cirebon maupun daerah pinggirannya.
Bagaimanapun, ini
merupakan tugas Pemerintah Daerah beserta Dinas terkait untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan bencana banjir. Memang hampir semua wilayah di
Pantai Utara Jawa mengalami hal serupa dan diakui tahun ini adalah tahun yang
buruk. Namun jangan lupa bahwa pada dasarnya wilayah Pantai Utara Jawa (dan
seluruh kawasan delta di belahan dunia manapun) memang rentan terhadap bencana
banjir. Modal inilah yang dapat digunakan untuk pencegahan.
Tak perlu
mengatakan kejadian ini adalah tanggung jawab bersama, apalagi menyalahkan
curah hujan yang tinggi akibat pemanasan global – bahwa kejadian ini terjadi di
berbagai belahan dunia manapun. Kebijakan-kebijakan terkait pembangunan
mall-mall dan gedung tinggi perlu mendapat perhatian, pemeliharaan drainase
serta kebijakan perencanaan jangka panjang yang harus dibenahi. Apakah yang
dilakukan sudah cukup dan bagaimana implementasi dari komitmen-komitmen
tersebut. Sebab pada kenyataannya, belum ada hasil signifikan dalam pengurangan
potensi banjir dari tahun ke tahun : Pemerintah daerah harus berinisiatif.
Hal yang musti
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Dinas terkait adalah melakukan investigasi
secara detail dan mendalam mengenai penyebab banjir di Cirebon (bukan
mengira-ngira). Membuat masterplan yang komprehensif – yang terdiri
dari perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, lengkap
dengan prioritas penanganan sesuai dengan dana yang dimiliki. Jika tidak mampu,
undang pihak swasta tanpa kongkalingkong. Lalu beri penjelasan kepada
masyarakat tentang rencana tersebut agar masyarakat mengerti bahwa perlu
prioritas penanganan.
Walaupun terdapat
perbedaan, melihat Cirebon sekarang tampak seperti Jakarta pada era 1990-an.
Bukan tidak mungkin Cirebon akan menjadi Jakarta selanjutnya yang mempunyai
masalah banjir, kemacetan, dan permukiman yang kritis serta tata kota yang
tidak teratur. Apa yang kita lihat sekarang soal lingkungan yang semakin hancur
bukanlah apa yang sebenarnya terjadi – bahkan itu lebih buruk dari apa yang
kita perkirakan. Dan kita seharusnya tahu dan kembali mengubah pola pikir :
manusia memang harus hidup bersinergi dengan alam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil evaluasi, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Rencana
sistem drainase pada daerah studi menggunakan konsep drainase yang terbuang
tidak langsung masuk ke saluran primer. Hal ini dikarenakan adanya program pemerintah bahwa saluran yang telah ada tidak
boleh menerima adanya penambahan debit akibat perubahan tata guna lahan. Oleh
sebab itu pada lokasi studi ini perlu
membuat tampungan. Dikarenakan oleh keterbatasan lahan, maka ketika debit mengalir
dari saluran sekunder sebelum masuk ke saluran primer ditampung ke dalam long
storage.
Rencana
saluran pembuang terdapat dua tipe dengan penampang persegi terbuat dari beton
pracetak berbentuk balok. Berikut adalah
dimensi dari kedua tipe saluran tersebut:
·
Saluran tersier dengan lebar (b) 0,5 m dan
tinggi muka air serta tinggi jagaan (h+w) 0,5 m, sedangkan
·
Saluran sekunder yaitu dengan lebar (b) 1,5 m
dan tinggi muka air serta tinggi jagaan (h+w) 1 m.
Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penanganan banjir
pada kawasan studi perumahan Arumsari adalah sebagai berikut:
1. Untuk
menghindari masalah pendangkalan saluran
primer yang merupakan sistem drainase utama
perumahan, sehingga elevasinya tetap dan tidak melebihi elevasi dasar
long storage yang dapat mengurangi fungsinya maka perlu dilakukan pengerukan secara berkala. Dan melakukan
pemeliharaan pada long storage yang
telah diberi manhole
2. Masyarakat
diharapkan dapat berperan serta dalam
rangka penanggulangan banjir, yaitu
dengan cara tidak membuang sampah pada saluran dan pemasangan penangkap sampah
3. Mengoptimalkan
program pendanaan Operasional dan Pemeliharaan (O & P), sehingga sistem
drainase dapat berfungsi dengan optimal
dan bertahan sesuai umur rencana.
Comments
Post a Comment